Catahu Komnas Perempuan Catat 289.111 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan pada 2023
MENYAMBUT Peringatan Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day) 2024, Komnas Perempuan melakukan peluncuran Catatan Tahunan (Catahu) yang merekam data kekerasan terhadap perempuan selama 2023. Catahu 2023 mencatat jumlah kekerasan terhadap perempuan pada 2023 sebanyak 289.111 kasus atau mengalami penurunan 55.920 kasus atau sekitar 12% dibandingkan 2022. Kendati demikian Komnas Perempuan meyakini kasus yang tidak dilaporkan bisa jadi angkanya lebih besar.
Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin menuturkan, merujuk pada fenomena gunung es, data kasus kekerasan terhadap perempuan tersebut merupakan data kasus yang dilaporkan oleh korban, pendamping, maupun keluarga. Sementara itu, kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak dilaporkan bisa jadi lebih besar.
“Di balik angka tersebut, kita juga mengenali pengalaman korban untuk mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang masih jauh dari harapan, walau berbagai kebijakan untuk melindungi perempuan dari berbagai tindak pidana telah tersedia,” ungkap Mariana di Jakarta, Kamis (7/3).
Baca juga : Norma Hukum masih Kesulitan Proses Kekerasan Berbasis Gender Online
Catahu 2023 juga mencatat karakteristik korban dan pelaku masih menunjukkan tren yang sama, yaitu korban lebih muda dan lebih rendah pendidikannya daripada pelaku. Selama tiga tahun terakhir, jumlah pelaku sebagai pihak yang seharusnya menjadi panutan, pelindung, dan simbol kehadiran negara naik 9%. Angka itu melampaui rata-rata Catahu 21 tahun sebesar 5%.
Hal itu, kata Mariana, meneguhkan akar masalah kekerasan terhadap perempuan bersumber dari ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban. Sumber kuasa pelaku semakin kuat ketika pelaku memiliki kekuasaan politik, pengetahuan, jabatan struktural, dan tokoh keagamaan.
Kekerasan terhadap perempuan di ranah personal masih menempati pengaduan yang dominan dari keseluruhan sumber data. Kontribusi tingginya kekerasan di ranah personal disumbang melalui data yang dihimpun Badan Peradilan Agama (Badilag), mengingat terkait dengan perkara dalam relasi perkawinan dan keluarga.
Baca juga : Kejahatan Femisida Meningkat, Kehadiran RUU PKS dan KUHP Mendesak
Catahu 2023 juga mencatat kekerasan terhadap perempuan di ranah publik dan negara mengalami peningkatan, yaitu pada ranah publik meningkat 44% dan di ranah negara terjadi peningkatan 176%.
Kekerasan terhadap perempuan ranah negara meliputi kasus-kasus perempuan berkonfik dengan hukum, kekerasan terhadap perempuan oleh anggota Polri/TNI, kekerasan terhadap perempuan pembela HAM, kekerasan terhadap perempuan di dunia politik, pemilihan pejabat publik. Kemudian penggusuran paksa, penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia berbasis gender, kebijakan diskriminatif, kebebasan beribadah dan beragama, pengungsian, dan kekerasan terhadap perempuan dalam administrasi kependudukan.
Catahu 2023 juga mencatat kasus-kasus pelecehan seksual non-fisik dan fisik semakin banyak dilaporkan dibandingkan perkosaan. “Hal ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual semakin dikenali, adanya jaminan hukum pelecehan seksual baik non fisik maupun fisik dan dukungan terhadap korban,” kata Mariana.
Baca juga : Darurat KDRT, Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan Disorot
“Namun, peningkatan pemahaman korban terhadap bentuk dan jenis pelecehan seksual tidak serta merta diikuti dengan pemahaman APH (aparat penegak hukum) terhadap bentuk dan jenis kekerasan seksual secara komprehensif,” jelasnya.
Sementara itu, menjelang dua tahun Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) tercatat menduduki posisi tertinggi diikuti dengan pelecehan seksual fisik, kekerasan seksual lain, dan perkosaan di ranah personal. Hal itu berbeda dari tahun 2022 ketika KSBE menduduki posisi ketiga.
“Sejak covid-19, kekerasan seksual yang difasilitasi oleh teknologi paling tinggi dilaporkan terjadi pada anak muda yang dilakukan oleh pacar dan mantan pacar. Tren ini juga menunjukkan kemendesakan infrastruktur penanganan kekerasan siber dalam berbagai bentuknya, memperkuat perlindungan hukum dan perangkatnya yang lebih melindungi korban, juga mengisi kekosongan gap jaminan antara UU TPKS, UU ITE, KUHP dan UU Perlindungan Data Pribadi,” ungkap Mariana.
Baca juga : UU ITE belum Mampu Melindungi Perempuan dari Eksploitasi Kekerasan
Berdasarkan Catahu Komnas Perempuan 2023, Komnas Perempuan menyampaikan sejumlah rekomendasi. Pertama untuk DPR RI agar segera menetapkan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) untuk membahas RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). “Agar RUU ini tidak kembali ke titik nol tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan,” kata Mariana.
DPR juga diminta menyelesaikan tahap penyusunan dan pemantapan RUU Masyarakat Hukum Adat untuk selanjutnya ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR RI dan segera meratifikasi Konvensi Pelindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Rekomendasi lain adalah memastikan kepemimpinan perempuan di semua lembaga/jabatan publik yang dipilih oleh DPR RI.
Untuk Presiden RI, Komnas Perempuan mendorong Kepala Negara menandatangani dan mengesahkan 6 peraturan pelaksana UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebelum 9 Mei 2024 sebagaimana batas waktu yang dimandatkan.
Baca juga : Kenali Femisida, Kekerasan Paling Ekstrem terhadap Perempuan
Selain itu, Presiden diminta memastikan Proyek Strategis Nasional (PSN) dilaksanakan dengan tetap menghormati dan memenuhi hak asasi manusia, termasuk perlindungan terhadap kelompok rentan. Kemudian, memastikan pengarusutamaan gender (akses, partisipasi, kontrol, manfaat) perempuan dilakukan dalam setiap kebijakan dan program/kegiatan kementerian/lembaga dari pusat sampai daerah.
“Komnas Perempuan juga menyampaikan rekomendasi terhadap kementerian dan lembaga terkait, Mahkamah Agung, Kepolisian Republik Indonesia, Panglima TNI, Lembaga Donor dan Kelompok Bisnis serta Media dan Masyarakat. Komnas Perempuan berharap agar seluruh rekomendasi-rekomendasi yang disampaikan dalam Catahu menjadi perhatian dan ada upaya langkah tindak lanjut untuk pencegahan, penanganan, perlindungan dan pemulihan kekerasan terhadap perempuan,” pungkas Mariana. (H-1)
Terkini Lainnya
Mengapa Nama Ibu tidak Tertulis di Ijazah?
Cegah Penyiksaan, Pemerintah Didesak Ratifikasi OPCAT
DPR RI Respons Desakan Komnas Perempuan Terkait RUU PPRT
Komnas Perempuan Dorong DKPP Pecat Penyelenggara Pemilu yang Lakukan Kekerasan Seksual
Komnas Perempuan Kecam Tindakan Intoleransi dan Kekerasan terhadap Mahasiswa Universitas Pamulang
Sudah Lewat 2 Tahun, Presiden Diminta Segera Sahkan Aturan Turunan UU TPKS
Perpres Perlindungan Anak di Ranah Daring dalam Proses Sinkronisasi
Pentingnya Intervensi Dana Desa untuk Turunkan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Pemerintah Pastikan Aturan Perlindungan Anak di Ranah Daring dan PSE Rampung pada Agustus 2024
Pemberantasan Judi Online
UU KIA Disebut Beri Jaminan Kepada Ibu, Termasuk Korban Kekerasan hingga Pengidap HIV
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Tahun 2024 akan Dilaksanakan
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap