DPR Pertimbangkan Revisi UU KUHAP agar Lebih Relevan
![DPR Pertimbangkan Revisi UU KUHAP agar Lebih Relevan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2022/07/ba91bb19dfb1583ff3e45972ef63de80.jpg)
DPR RI akan mempertimbangkan muatan materi untuk merevisi Undang-Undang No. 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar lebih relevan dengan undang-undang yang dibuat setelah UU KUHAP.
Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mengatakan usulan revisi UU KUHAP telah masuk dalam daftar program legislasi nasonal (prolegnas) prioritas. Hal itu ia utarakan dalam sidang uji materi Pasal 54 UU No.8/1981 di Mahkamah Konstitusi (MK)
"Semua masukan, aspirasi tawaran materi muatan bisa ditawarkan pada DPR maupun pemerintah dalam penyempurnaan RUU KUHAP sudah masuk dalam prolegnas prioritas," ujar Arteria, ketika memberikan keterangan dalam persidangan di MK, Jakarta, Kamis (14/7).
Baca juga : DPR Harap RUU Penyiaran Selesai di Periode 2019-2024
Hakim Konstitusi Suhartoyo sebelumnya menanyakan pada Arteria mengenai kemungkinan pemberian hak bagi saksi ataupun terperiksa untuk didampingi oleh penasihat hukum saat proses penyidikan atau penyelidikan.
Suhartoyo menjelaskan, Pasal 54 UU KUHAP belum mengakomodir hak saksi dan terperiksa. Hanya tersangka dan terdakwa yang diberikan pendampingan dari penasihat hukum.
"Menjadi bagian dalam pembahasan. Tapi untuk diubah atau tidak (dalam Bab VI Pasal 54 KUHAP) menjadi permasalahan tersendiri isunya," jelasnya.
Baca juga : Pembahasan Revisi RUU ITE Perlu Diselerasakan dengan UU KUHP
"Bagaimana hak saksi atau hak advokat untuk bisa mendampingi kliennya. Memang UU Advokat dibuat pada 2003 sedangkan KUHAP pada 1981," jawab Arteria.
Permohonan pengujian Pasal 54 UU No.8/1981 diajukan oleh 13 orang advokat diantaranya Ari Torando, Agung Laksono, dan Octolin H Hutagalung.
Mereka mempersoalkan ketentuan pasal tersebut karena menghalangi hak advokat memberikan bantuan hukum pada siapapun untuk didampingi selama proses hukum sehingga meminta Mahkamah untuk memperluas ketentuan Pasal 54 UU KUHAP bahwa pendampingan diberikan tidak hanya untuk tersangka atau terdakwa tapi juga saksi dan terperiksa.
Baca juga : Masyarakat Sipil Dorong Revisi UU KUHAP Segera Diwujudkan
Pada sidang itu, MK meminta keterangan dari DPR, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK dan Kepolisian sepakat bahwa keberadaan saksi dalam rangka pemenuhan kecukupan alat bukti. KUHAP telah mengatur tahapan baik dalam ajudikasi, judikasi dan postjudikasi berdasarkan fungsinya.
Sehingga menurut KPK dan kepolisian, belum terdapat kepentingan pembelaan bagi saksi dan terperiksa pada fase ajudikasi dan judikasi.
"Mengingat tanggung jawab saksi berkenaan dengan apa yang didengar, dilihat dan dialami. Kedudukan saksi di mata hukum tidak mengandung ancaman sepanjang saksi memenuhi kewajiban menyampaikan keterangan dengan benar," ujar Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto.
Baca juga : Tanggapi RKUHP, Legislator Tekankan Indonesia Negara Demokrasi
"Saksi tidak dalam kapasitas berhadapan dengan hukum, bahkan saksi yang berkedudukan atas nama hukum yang membuat terang suatu peristiwa," jelas Karyoto.
Ia menambahkan saksi baru berhadapan dengan hukum apabila memberikan keterangan tidak jujur atau tidak benar/ direkayasa.
Seorang saksi yang menjadi tersangka pada kasus korupsi, terangnya, bukan diakibatkan karena tidak didampingi oleh penasehat hukum, melainkan fakta yang ada saksi perlu dimintai pertanggung jawaban hukum atas perbuatannya.
Baca juga : Revisi UU Migas Harus Segera Diselesaikan untuk Kepastian Hukum dan Investasi
"Saksi yang demikian dikenal sebagai saksi pelaku yang mendapat bantuan hukum sebagai pihak yang disangka melakukan tindak pidana," tukas Karyoto. (ind/OL-09)
Terkini Lainnya
Praktisi Hukum Sebut Kasus Harun Masiku Jadi Kasus Musiman Politik
Soal Uang Rp1,3 Miliar ke Firli, KPK: Masih Terkait Perkara di Polda Metro
Menko Polhukam: Implementasi Pidana Bersyarat Bisa Jadi Solusi Over Kapasitas Lapas
Kemenko Polhukam Dorong Pidana Bersyarat, Putusan Penjara di Bawah 1 Tahun Diganti Kerja Sosial
UU KUHP Atur Pidana Mati Sebagai Pidana Bersifat Khusus
10 Saksi Kasus Panji Gumilang Diperiksa Mulai Besok
Komisi II DPR Jadwalkan Pemanggilan DKPP
Komisi II DPR: Jika KPU tak Konsultasi PKPU, Itu Melanggar Etika
Ketua KPU Terbukti Lakukan Asusila, Komisi II DPR RI: Sangat Buruk!
Komisi II DPR RI Hormati Keputusan DKPP yang Pecat Ketua KPU Hasyim Asy’ari
Komisi II DPR Tak Heran Ketua KPU Hasyim Asy'ari Dipecat Akibat Kasus Asusila
Pemerintah dan DPR Setujui Pemberian PMN ke Sejumlah Lembaga dan BUMN
Perang Melawan Judi Online
Ujaran Kebencian Menggerus Erosi Budaya
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap