visitaaponce.com

Masyarakat Punya Hak untuk Menyuarakan Keresahannya Soal Lingkungan Hidup

Masyarakat Punya Hak untuk Menyuarakan Keresahannya Soal Lingkungan Hidup
Aksi teatrikal mengkritisi soal lingkungan hidup(Antara/Sigid Kurniawan)

SEMUA pihak memiliki hak untuk menyuarakan tentang keresahannya soal lingkungan hidup. Karenanya, tidak dibenarkan saat ada pihak yang mengkritik soal kondisi lingkungan yang buruk di media sosial malah dijerat dengan UU ITE, seperti yang dialami aktivis di Karimun Jawa yang bersuara di media sosial akan adanya tambak udang yang merugikan masyarakat.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi mengungkapkan, ada tiga hak dasar yang dituntut saat seorang memperjuangkan lingkungan. Pertama, hak lingkungan itu sendiri.

“Karena lingkungan sifatnya menjadi penyokong peradaban manusia. Komponen lingkungan juga punya hak,” kata Zenzi dalam forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (7/2).

Baca juga : Aktivis Dorong Adanya UU Keadilan Iklim. Ini Alasannya

Kedua, hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Menurut Zenzi, konstitusi Indonesia pada dasarnya harus melindungi hak setiap orang terhadap lingkungan yang baik dan sehat. 

Selain itu, semua masyarakat wajib untuk terlibat dalam penyelamatan lingkungan. Ketiga, hak orang kepada lingkungan sebagai sumber kehidupan dan tempat hidupnya.

“Tiga dimensi ini yang selama ini menjadi dasar kenapa orang berjuang untuk melindungi lingkungan. Dimensi lingkungan yang diperjuangkan oleh banyak sekali masyarakat Indonesia selain hak terhadap lingkungan itu juga lingkungan merupakan public interest, kepentingan semua orang,” tegas Zenzi.

Baca juga : Polisi Tangkap Empat Provokator Tawuran di Wilayah Jakarta

Menurut Zenzi, berdasarkan UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, telah diatur bahwa orang-orang yang berjuang atas lingkungan hidup tidak bisa dituntut secara pidana maupun perdata.

Sayangnya, pasal ini tidak dibuat bekerja secara optimal. Sehingga, masih ada celah bagi pejuang lingkungan dituntut balik atas dasar pencemaran nama baik, misalnya. Seperti yang terjadi di kasus Karimun Jawa. Seringkali, pejuang lingkungan dijerat dengan UU ITE saat mengkritisi pemerintah atau penerbit izin.

“Sering sekali teman-teman itu dianggap mencemarkan nama baik pemerintah daerah, mencemarkan nama baik dunia usahanya, ketika mereka menyampaikan pendapatnya,” beber dia.

Baca juga : Suara Kritis Masih Terbungkam UU ITE

Padahal, menurut Zenzi, dalam setiap keputusan pemerintah mengizinkan sebuah usaha beroperasi, maka melekat tanggung jawab dan kewajiban perusahaan tersebut untuk mengelola lingkungan tanpa memberikan dampak buruk bagi masyarakat sekitar.

“Jadi jika ada dampak dari izin yang diterbitkan, itu seharusnya ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Apakah klausal dan ketentuan dipenuhi sehingga muncul dampak yang disampaikan masyarakat. Apabila ada dampak yang tidak termaktub, harusnya ada review terhadap izin yang diterbitkan. Artinya itu melampaui kajian objektif,” pungkas Zenzi.

Negara Harus Hadir

Baca juga : Walhi: Penahanan Daniel Frits Tunjukkan Negara Tidak Punya Komitmen Lindungi Pejuang HAM dan Lingkungan

Pada kesempatan itu, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengungkapkan, negara harus hadir untuk melindungi masyarakat yang berani menyuarakan kondisi memburuknya lingkungan, termasuk di media sosial.

Menurut Rerie, pada hakikatnya, UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE hadir untuk memberikan perlindungan untuk mencegah tersebarnya informasi palsu, berita bohong, kekerasan virtual dan ancaman distorsi informasi. 

Pada dasarnya, UU ITE bermaksud untuk mendukung masyarakat Indonesia untuk menyebarkan inforamasi berdasarkan data dan fakta lewat pesan elektronik.

Baca juga : Setop Kriminalisasi Aktivis Lingkungan Daniel Frits Maurits

“Negara pada prinsipnya menurut pandangan kami, harus hadir untuk melindungi setiap warganya dan menempatkan asas praduga tak bersalah, mengesampingkan kepentigan tertentu untuk mendukung inisiatif masyarakat dalam segala hal, termasuk melestarikan lingkungan,” ucap Rerie.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Satyawan Pudyatmoko mengungkapkan, pada dasarnya negara telah memiliki aturan soal perlindungan pada pejuang lingkungan. Yakni pasal 66 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang melindungi para pejuang lingkungan dari tuntutan pidana dan perdata karena mengungkap pelanggaran hak atas lingkungan hidup.

“Perlindungan hukum dan wujud sikap akomodatif UU PPLH terhadap pentingnya peran serta masyarakat, termasuk melindungi individu kelompok masayarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup dari tuntutan pidana dan gugatan perdata,” beber Satyawan.

Baca juga : Ancaman Kekerasan di Media Sosial tak Hanya Langgar UU Pemilu, Tapi juga UU ITE

Di samping itu, pemerintah pun telah memiliki kebijakan penanganan pengaduan terhadap pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. Hal itu diatur dalam sejumlah Undang-Undang, diantaranya UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya, UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU nomor 37 tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air, UU nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Lalu UU nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan Perusakan Hutan, UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) hingga Keputusan MK nomor 18 tahun 2014 tentang Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu.

Namun, Satyawan mengakui, bersuara di dunia maya memang kadang bisa menimbulkan masalah. Pasalnya, barangkali ada cara penyampaian yang berpotensi menghina pihak tertentu.

Baca juga : Dukung Pembangunan Beach Club di Gunungkidul, Sikap Sandiaga Dikritik

“Bisa jadi bukan masalah perusakannya, tapi bisa juga karena cara melaporkannya dengan tanda kutip menghina dengan memberikan label-label tertentu,” ucap dia.

Dalam hal pelaporan, Satyawan menyatakan KLHK memiliki mekanisme agar masyarakat bisa mengadukan keresahannya terhadap kondisi lingkungan. Diantaranya lewat media sosial Instagram, Facebook dan ada pula call center dan chatroom yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

“Kami tentu membutuhkan laporan, kalau tidak bisa menjangkau secara penuh karena keterbatasan. Karenanya peran masyarakat diharapkan bisa maksimal. Dan media sosial ini, karena jangkauannya luas, jadi salah satu instrumen yang tepat,” pungkas Satyawan. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat