visitaaponce.com

Menjelang Pemungutan Suara, Masyarakat Diminta Saling Menghormati Pilihan Politik

Menjelang Pemungutan Suara, Masyarakat Diminta Saling Menghormati Pilihan Politik
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengajak masyarakat saling menghormati pilihan politik masing-masing.(Antara)

MENJELANG pemilihan umum (Pemilu) 2024, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengajak masyarakat saling menghormati pilihan politik masing-masing.

Sebagai warga negara, ujarnya, rakyat memiliki kedaulatan tertinggi untuk menentukan pilihan. Hak pilih itu digunakan pada 14 Februari 2024, hari pemungutan suara. Masyarakat bisa untuk tidak memilih paslon presiden/wakil presiden, caleg Dewan Perwakilan Daerah (DPD), caleg Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari partai politik yang tidak disukai, yang telah membuat marah.

"Tetapi hormatilah warga masyarakat lain yang juga memiliki hak dan kedaulatan seperti kita untuk memilih orang atau partai yang kita tidak sukai itu," ujar Jimly melalui keterangan tertulis, Kamis (8/2).

Baca juga : Jimly Sependapat dengan 2 Hakim MK yang Tolak Putusan Usia Minimal Capres-Cawapres

Merespons soal seruan dari berbagai perguruan tinggi agar pemilu berjalan jujur, adil, tanpa intervensi, Jimly menuturkan suara hati yang berkembang luas di kampus-kampus perguruan tinggi dan tokoh-tokoh bangsa yang sudah sangat senior, harus diakui dan dihormati segala niat baiknya. Harus pula sungguh-sungguh diresapi dan diserap maknanya untuk kebaikan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jimly menduga tudingan mengenai seruan dari sivitas akademika bernuansa politik dikarenakan itu terjadi hanya beberapa hari menjelang pemungutan suara pemilihan presiden. Oleh karena itu, imbuhnya, muncul penilaian dari berbagai sudut pandang dalam dinamika masyarakat. Menjelang hari pemungutan suara, terang Jimly, berkembang 5 golongan yakni kubu 01, 02, 03, 04, dan 00. Selain kubu 01, 02, dan 03, dan kubu 00 atau golongan putih (golput).

"Yang membenci satu pasangan calon (paslon) semakin meningkat kebenciannya, yang memuja paslon yang lainnya semakin meningkat pula pujaan dan pujiannya kepada paslon kesayangannya. Semua merasa benar sendiri, dan orang yang berbeda sudah pasti salah," terang dia.

Baca juga : Jimly Asshiddiqie: Sistem Pemilu 2024 Tidak Perlu Diubah, Karena Tahapan Sudah Berjalan

Di samping itu, imbuh Jimly, munculnya kubu 04, asal bukan 02, salah satunya dipicu oleh pengumuman pelbagai hasil lembaga-lembaga survei yang menurutnya belum tentu 100% menggambarkan hasil resmi pemilu.

Jimly menilai semua kaum intelektual di kampus-kampus dan tokoh-tokoh senior yang berusaha memperlihatkan sikap objektif, netral, dan tidak berpihak, harus melihat dan mengakui adanya kenyataan dan berkembangnya kelompok 04. 

Jimly mengatakan setiap ekspresi sikap negatif yang ditujukan kepada pemerintah, Presiden Joko Widodo sebagai pribadi, dan kepada salah satu kubu paslon mudah dipersepsi sebagai upaya mendukung salah satu kubu, termasuk mendukung kubu 04, asal bukan 02 tersebut.

Baca juga : Jimly Imbau untuk Tidak Percaya Rumor Sistem Pemilu Tertutup Sampai Ada Putusan MK

"Masalah ini sulit untuk tidak dianggap serius, karena digunakannya sarana pendidikan di kampus-kampus untuk melakukan kampanye negatif terhadap salah satu paslon, yang tegas dilarang menurut undang-undang," ujar Jimly.

Jimly menyebut ada larangan kampanye di rumah ibadah, di lingkungan fasilitas pemerintah, dan di lembaga-lembaga pendidikan. Ia mengatakan para guru besar yang tampil aktif berunjuk rasa di kampus-kampus, harus siap menerima kenyataan bahwa tindakan mereka dianggap tidak netral dan berpihak kepada salah satu paslon, bukan sungguh-sungguh mencerminkan suara batin kebangsaan atau suara hati nurani rakyat (volksgeist).

"Apalagi, ternyata pula ada beberapa guru besar yang sejak sebelumnya terbukti memiliki afiliasi personal atau terbukti memiliki preferensi politik kepada salah 1 parpol atau paslon," ucapnya.

Baca juga : Anies Sebut Rakyat Bisa Tidak Percaya Hasil Pemilu Jika Aparat Terus Langgar Etik

Ia menganjurkan agar suara kampus-kampus perguruan tinggi, dan tokoh-tokoh yang menamakan diri sebagai tokoh-tokoh bangsa dengan kemuliaan niat dan maksudnya masing-masing, cukup menyuarakan sebatas imbauan untuk pemilu damai, dan pemilu berlangsung bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai ketentuan UU dan UUD 1945. Tidak menyalahkan atau berusaha memberikan penilaian negatif.

"Apalagi dengan keyakinan yang kuat bahwa negara demokrasi kita akan runtuh, dan hasil pemilu dan pilpres akan ditolak oleh rakyat yang akan bergerak, sehingga akan terjadi krisis dan situasi kaos yang memecah-belah bangsa," ucapnya.

Terakhir, masyarakat untuk saling hormati menghormati pilihan masing-masing menuju pilpres. Sebab, ujar dia, keadaan hinggar-binggar kotestasi politik tidak lain hanya dinamika permainan catur kekuasaan duniawi belaka.

Baca juga : Respons DKPP, Bawaslu Sebut Pencalonan Gibran Tidak Bermasalah

"Pada waktunya akan reda, ketegangan akan pulih, dan kehidupan bersama kita sebagai bangsa dan negara," tukasnya. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat