visitaaponce.com

Situasi Jelang Pencoblosan Pemilu 2024 Dinilai Sangat Rawan Kecurangan

Situasi Jelang Pencoblosan Pemilu 2024 Dinilai Sangat Rawan Kecurangan
Simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 di Aceh Barat, Desember 2023.(Dok. Antara)

PENCOBLOSAN dalam Pemilu 2024 tinggal menghitung hari. Koordinator Nasional JPPR Nurlia Dian Paramita atau akrab disapa dengan Mita, menerangkan bahwa situasi menjelang pencoblosan Pemilu 2024 saat ini tidak terlalu baik dan rawan kecurangan pemilu.

“Bahkan sangat rawan. Kerawanan kecurangan pemilu terhadap suara rakyat berpotensi terjadi mulai dari proses pemungutan, penghitungan sampai pada rekapitulasi,” tegas Mita kepada Media Indonesia, Minggu (11/2)).

“Potensi tersebut sangat besar terjadi manakala potret netralitas penyelenggara dipertanyakan independensinya dan adanya aturan yang berpotensi hal tersebut terjadi,” tambahnya.

Baca juga : Pengamat Ingatkan Potensi Kecurangan Suara dari Proses Sirekap

Contohnya dalam proses pemungutan. Mita mengkritisi keputusan KPU No. 66 yang mengatur terkait dengan DPK yang berbunyi

"Apabila Pemilih telah memiliki KTP-el pada domisili di tempat baru dan tidak terdaftar dalam DPT pada TPS sesuai KTP-el pada domisili yang baru tersebut, Pemilih tersebut dapat menjadi Pemilih DPK”.

Menurutnya, aturan ini sangat berpotensi pemilih memberikan hak pilihnya lebih dari satu kali di dua TPS apabila pindah domisilinya berdekatan dengan TPS awal (misal pindah domisili hanya antar kecamatan atau kabupaten/kota yang berdekatan.

Baca juga : 1.300 TPS di Kota Solo Rawan Kecurangan di Hari Pemungutan Suara Pemilu 2024

“Gambarannya, si pemilih di pagi hari dari jam 7-12 memilih di TPS awal dimana si pemilih menjadi DPT. Kemudian siangnya memilih di TPS tempat pemilih sudah pindah domisili dengan menggunakan hak pilihnya sebagai DPK. Ini kan sangat besar potensinya dengan ketentuan KPU tersebut,” terangnya.

Kemudian bahaya kecurangan juga bisa terjadi dalam proses penghitungan. Mita mencontohkan ketentuan KPU yang mengatur salinan hasil penghitungan digandakan dalam bentuk kopian atau dokumen elektronik (Pasal 60 PKPU 25/23) yang diberikan kepada saksi dan pengawas TPS akan menimbulkan celah potensi kecurangan dengan adanya standar ganda terhadap dokumen hasil penghitungan (tidak pastinya hasil dokumen).

Potensi Kecurangan Sirekap

Apalagi, kata Mita, adanya data yang diupload ke dalam Sirekap KPU. Dengan tidak adanya penyederhanaan dokumen hasil tersebut potensi membuat kecurangan terhadap hasil penghitungan dapat dilakukan jika penyelenggara pemilunya tidak netral.

Baca juga : KPU Bangka Distribusikan Formulir C6

Ketidaknetralan itu mungkin terjadi dengan mengotak atik hasil penghitungan dalam C Hasil Penghitungan. “Seperti menulis angka perolehan suara dari 1 menjadi 10 dan seterusnya,” paparnya.

Kemudian dalam proses rekapitulasi, Mita menilai ada kelemahan pengawasan, khususnya dalam proses pengawasan pergerakan kotak suara dari PPS ke PPK.

“Di mana dalam hal ini sebetulnya pengawasan dibawah dilakukan oleh Pengawas TPS terhadap pergerakan kotak suara ke PPS. Namun dari PPS ke PPK ini yang perlu diperhatikan. Sebab panwaslu kelurahan hanya berjumlah 1 orang,” ungkapnya.

Baca juga : Hari Bebas Kendaraan Bermotor Ditiadakan karena Masuk Masa Tenang Pemilu 2024

“Jangan sampai kotak suara ada yang mampir ngopi dulu. Ini adalah salah satu kerawanan dalam proses rekapitulasi sampai tingkat kecamatan. Sisanya dari kecamatan ke kota, itu hanya angka-angka saja yang bergerak,” tutur Mita.

Maka, Mita meminta agar ketiga hal tersebut harus diperhatikan oleh semua pihak termasuk KPU. Mita juga mendesak seluruh penyelenggara pemilu agar mencegah potensi kecurangan dalam proses pemungutan seperti pemungutan di TPS khusus, pemilih menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali atau menggunakan hak pilih orang lain, atau surat suara rusak (sudah tercoblos).

(Z-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat