visitaaponce.com

Minim Sosialisasi, Pelajar di Luar Negeri Terancam Kehilangan Hak Pilih

Minim Sosialisasi, Pelajar di Luar Negeri Terancam Kehilangan Hak Pilih
Ilustrasi(MI)

SEJUMLAH mahasiswa Indonesia yang sedang berkuliah di luar negeri terancam kehilangan hak pilihnya pada Pemilu 2024. Karena sosialisasi yang minim dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), para pelajar itu gagal memproses izin pindah memilih di panitia pemilih luar negeri (PPLN) masing-masing.

Salah satunya dialami Risalatul Hukmi yang saat ini sedang menempuh pendidikan tingkat doktoral di University of Sydney. Ia mengaku Pemilu 2024 telah menarik perhatiannya setelah bertahun-tahun golput alias tidak menggunakan hak pilih. 

Hal itu disebabkan karena terdapat pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang dinilai memiliki kesesuaian visi-misi serta prinsip politik dengannya.

Baca juga : 3.238 Pemilih Ganda Ditemukan di Johor Bahru, Migrant Care Laporkan KPU

Namun, harapan Risal untuk mencoblos surat suara itu pupus. "Saya baru mendapatkan informasi di tanggal 16 Januari bahwa pendaftaran perpindahan pemilih di Sydney sudah tutup tanggal 10 Januari," katanya kepada Media Indonesia, Jumat (19/1).

Berdasarkan Surat Keputusan KPU Nomor 1811/2023, hari pemungutan suara Pemilu 2024 Indonesia di Sydney jatuh pada 10 Februari 2024. KPU membuka proses pindah memilih bagi WNI di luar negeri sampai 30 hari sebelum hari pencoblosan. Artinya, proses pindah memilih WNI di Sydney jatuh pada 10 Januari 2024.

Risal menilai sosialisasi mengenai pendaftaran pindah memilih dari PPLN Sydney sangat minim. Bahkan, rekan-rekannya di Sydney juga mengalami hal serupa. Padahal, ia berpendapat sosialisasi dari penyelenggara pemilu Indonesia di luar negeri sangat penting.

Baca juga : PPLN New York Temukan 198 Data Pemilih Ganda Pemilu 2024

"Apalagi untuk orang-orang seperti saya yang bertahun-tahun golput sehingga minim pengalaman dan informasi tentang teknis pemilihan. Saya berharap ada solusi terbaik untuk kasus-kasus seperti ini," tandasnya.

Senada, mahasiswa magister di Delft University of Technology Warih Aji Pamungkas menilai sebenarnya PPLN Den Haag sudah cukup memberikan sosialisasi mengenai tahapan Pemilu 2024, tapi gaungnya masih kalah dengan gegap-gempita kampanye pasangan capres-cawapres maupun partai politik.

"Ini lebih ke sepenuhnya kecerobohan saya. Saya swing voter yang baru saja memutuskan untuk berpartisipasi," aku Warih.

Baca juga : Pemilih di Luar Negeri Bertambah, Pengawasan Pemilu Makin Sulit

Selama ini, Warih hanya mengetahui bahwa batas pindah memilih jatuh pada 15 Januari 2024. Padahal, itu merupakan tanggal batas pindah memilih bagi pemilih di dalam negeri yang menggelar hari pemungutan saura pada 14 Februari 2024. Seperti halnya Sydney, Den Haag juga menggelar hari pencoblosan Pemilu 2024 pada 10 Februari 2024.

"Batasnya (pindah memilih) adalah tanggal 10 (Januari 2024), itu tercantum di media sosial PPLN, PPI, KBRI, dan lainnya, tapi saya yang luput," jelasnya.

Kendati demikian, Warih mengungkap saat ini PPLN di Belanda sedang membagikan formulir bagi orang-orang yang telah melakukan prosedur pindah memilih seperti dirinya. Berdasarkan informasi yang ia peroleh, formulir itu nantinya akan menjadi data untuk dikomunikasikan antara PPLN dan KPU RI.

Baca juga : Kisruh Surat Suara Taipei, Bawaslu Diminta Buat Putusan Mengikat

"Agar coba dikomunikasikan ke pusat dan harapannya diberi kesempatan untuk tetap bisa berpartisipasi di 14 Februari," pungkasnya.

9 Kondisi Pindah Tempat Memilih

Batas proses pindah memilih 30 hari sebelum hari pencoblosan berlaku untuk 9 kondisi, yakni pemilih yang sedang menjalankan tugas pada saat pemungutan suara; menjalankan rawat inap di rumah sakit atau puskesmas dan keluarga yang mendampingi; penyandang disabilitas yang menjalani perawatan di panti sosial/panti rehabilitasi; menjalani rehabilitasi narkoba.

Berikutnya menjadi tahanan di rumah tahanan (rutan) atau lembaga pemasyarakatan (LP), atau terpidana yang sedang menjalani hukuman penjara/kurungan; tugas belajar/menempuh pendidikan menengah atau tinggi; pindah domisili; tertimpa bencana alam; dan/atau bekerja di luar domisilinya.

Baca juga : KPU Optimistis PSU di Kuala Lumpur Berjalan Lancar

Artinya, bagi mahasiswa seperti Risal dan Warih, batas proses pindah memilihnya telah lewat. 

Adapun KPU masih memberikan ruang bagi empat kondisi pindah memilih sampai 7 hari sebelum pencoblosan. Namun, itu hanya berlaku bagi pemilih yang bertugas di tempat lain, menjalani rawat inap, tertimpa bencana, dan menjadi tahanan rutan atau LP.

Keluasaan pengurusan pindah memilih bagi empat kondisi di atas itu didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 20/PUU-XVII/2019.

Baca juga : KPU Akhiri Proses Rekapitulasi Suara Nasional dari Luar Negeri

Saat dikonfirmasi, anggota KPU RI August Mellaz mengakui pihaknya telah mendapat informasi soal keluhan dari mahasiswa di luar negeri yang berpotensi gagal memberikan hak pilih karena belum pindah memilih. Apalagi, pimpinan KPU RI juga memiliki grup pesan singkat WhatsApp bersama 128 perwakilan PPLN.

Menanggapi fenomena itu, Mellaz mengatakan KPU bakal mengeluarkan kebijakan agar para WNI di luar negeri yang belum memproses pindah memilih tetap dapat mencoblos. Apalagi, ada putusan MK yang membuka ruang bagi pengurusan pindah memilih sampai H-7 pemungutan suara.

"Nanti kami pasti akan keluarkan kebijakan itu. Kami sudah sepakat, nanti akan ada kebijakan itu," tandas Mellaz. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat