visitaaponce.com

Peduli Disabilitas, The Trans Luxury Hotel Gelar Diskusi Inklusivitas

 Peduli Disabilitas, The Trans Luxury Hotel Gelar Diskusi Inklusivitas
Sejumlah aktivis mendiskusikan soal hak disabilitas di The Trans Luxury Hotel Bandung(DOK/THE TRANS LUXURY HOTEL BANDUNG)

THE Trans Luxury Hotel Bandung menggelar diskusi bertema Inklusivitas untuk Indonesia Lebih Baik, pada Selasa (2/4). Acara dilaksanakan di The Eighteen Area Lantai 18 Trans Luxury Hotel Jl Gatot Subroto No 289 Bandung secara offline dan online.

Acara dihadiri akedemisi dan  praktisi yang konsen dalam penanganan disabilitas dan orang berkebutuhan khusus. Di antara mereka ialah Ketua Nasional Disabilitas, Ketua BPC HIPMI Kota Cimahi, dan Kepala BBPPKS Yogyakarta.

Selain itu, hadir juga perwakilan dari lembaga dan komunitas disabilitas se-Indonesia antara lain Yayasan Autis Indonesia, ATC Widyatama, Yayasan Biru Indonesia, CIDCO, Bumi Disabilitas,
UPTD LDPI Padang, serta Portadin.

Baca juga : Ramadan Berbagi Cinta Bersama Anak Yatim Piatu dan Dhuafa di Hotel Best Western Premier La Grande Bandung.

Latar belakang diskusi ialah fakta bahwa inklusivitas di Indonesia belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan masyarakat disabilitas. Antara lain
menyoal kesempatan kerja, pemenuhan hak pendidikan, pemenuhan hak akomodasi yang layak dalam berbagai bidang, dan pemenuhan kebutuhan hidup secara mandiri.

Hal ini terjadi, salah satu penyebabnya adalah pola penyelesaian masalah masih bersifat parsial, sehingga terjadi gap antara
satu wilayah dengan wilayah lainnya. Selain itu juga karena setiap keputusan tidak melibatkan para subjek penyandang disabilitas.

Sementara itu, pemahaman masyarakat akan kesetaraan penyandang
disabilitas masih rendah, sehingga masih sering terjadi bully dan stigma negatif dengan subjek penyandang disabilitas.

Baca juga :  Sajian Rempah Nusantara Menyambut Ramadan di Grand Dafam Braga Bandung

Di sisi lain, terjadi fenomena meningkatnya pergerakan advokasi terhadap subjek penyandang disabilitas dari kalangan remaja dan dewasa muda di semua wilayah Indonesia. Untuk itu, perlu adanya kesamaan suara dan pergerakan yang mengarah pada peningkatan kesadaran dan penerapan kesetaraan inklusivitas di Indonesia.

Karena itu, diskusi kali ini mengusung tagline “Menuju Inklusivitas Indonesia yang Lebih Baik” dengan sub tagline “Nothing about us, without us”. Diskusi ini mengampanyekan bahwa dalam setiap aktivitas inklusif semestinya melibatkan disabilitas sebagai subjek anggota masyarakat.


Termarjinalkan

Baca juga : Caravanserai Iftar Festive Buffet Pullman Bandung Grand Central, Perjalanan Kuliner Ramadan


Tujuan dari acara ini adalah membangun kesamaan persepsi antara komunitas, masyarakat umum, masyarakat industri dan
pemerintah tentang inklusivitas yang tepat dan strategis. Mereka melibatkan para penyandang disabilitas mental, intelektual, fisik dan sensory sehingga hak dan kewajibannya sebagai bagian dari masyarakat terpenuhi sesuai Undang-undang Disabilitas Nomor 8 tahun 2016.

Pertemuan juga membuat deklarasi bersama mengusung inklusivitas yang lebih baik dengan melibatkan penyandang disabilitas khususnya mental dan intelektual. Selama ini mereka termarjinalkan dalam akses pendidikan dan pekerjaan akibat stigma bahwa mereka tidak mampu secara sosial dan bekerja.

Anne Nurfarina dari Art Therapy Center Widyatama mengatakan bahwa dalam konteks inklusivitas ini ialah peta peran. Dalam berbagai forum hal yang berhubungan dengan inklusivitas atau kesetaraan sampai saat ini belum terjadi.

Baca juga : Ramadan Kiwari, Buka Puasa Kekinian di Aston Pasteur Hotel Bandung

"Contoh kasus ada  mahasiswa desain grafis magang di industri dan dianggap baik terus terima kerja. Tapi setelah bekerja hanya diperbantukan bukan pada bidangnya. Kemudian masih ada anggapan  di masyarakat yang menyatakan bahwa disabilitas atau autis itu  menular. Jadi kesimpulannya dari hasil  kunjungan saya ke berbagai  wilayah di Indonesia, inklusivitas belum terjadi" tandasnya.

Sementara itu Ketua Komisi Nasional Disabilitas (KND) Republik Indonesia Dante Rigmalia mengatakan bahwa secara data penyandang disabilitas di Indonesia belum terdaftar secara baik. Tugas ke depan ialah melakukan pemantauan, advokasi dan mengevaluasi.

"Instrumen disabilitas yang  bisa terpilah, sehingga kebutuhan disabilitas bisa dipenuhi oleh semua pihak. Sistem administrasi negara dengan data NIK untuk pemenuhan hak disabilitas. Ada sekitar
4,3 juta penyandang disabilitas pada 2003, yang mengalami hambatan. Kita harus memberi dukungan pada disabilitas" tegasnya.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat