visitaaponce.com

Petani Penggarap di Desa Batulawang Tolak Direlokasi

Petani Penggarap di Desa Batulawang Tolak Direlokasi
petani di Desa Batulawang, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Bara, berunjuk rasa menuntut reforma agraria(MI/BENNY BASTIANDY )

PARA petani di Desa Batulawang, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menuntut Kantor Pertanahan ATR/BPN setempat melaksanakan reforma agraria. Pasalnya, tata guna redistribusi yang sedianya diserahkan kepada ratusan petani di wilayah itu pada akhirnya menjadi semrawut.

Tuntutan itu lantas diaspirasikan para petani yang berunjuk rasa ke Kantor Pertanahan ATR/BPN Kabupaten Cianjur di Jalan Raya Bandung, Rabu (3/7). Mereka menolak kehadiran Bank Tanah yang dinilai makin memperkeruh rencana redistribusi tanah.

Koordinator aksi Syamsudin mengatakan, di Desa Batulawang terdapat lokasi usulan reforma agraria seluas 93 hektare. Luas lahan tersebut sejatinya didistribusikan kepada 350 kepala keluarga (KK).

Baca juga : 10 Perkara Sengketa Tanah di Cianjur sedang Berproses di Pengadilan

"Sudah hampir 35 tahun mereka berada di sana. Mereka sudah tinggal
di sana, bahkan sudah jadi permukiman termasuk fasilitas umum dan
sebagainya," kata Syamsudin kepada wartawan di sela aksi unjuk rasa di
Kantor Pertanahan ATR/BPN Kabupaten Cianjur.

Dia menyatakan usulan reforma agraria di lahan seluas 93 hektare itu
sudah dilakukan jauh sebelum adanya Bank Tanah. Dari awal sudah disepakati usulan akan segera diselesaikan kemudian diredistribusi kepada 350 KK.

"Masalah muncul saat hadir Bank Tanah. Jadi kemudian prosesnya diambil alih Bank Tanah sehingga tata gunanya menjadi semrawut," tegasnya.

Baca juga : Angka Kemiskinan di Cianjur Terus Turun

Paling parah, lanjut Syamsudin, Bank Tanah akan mengurangi luasan lahan
reforma agraria yang akan dibagikan kepada masyarakat. Bahkan Bank Tanah merencanakan relokasi lahan yang sudah ditempati para petani puluhan tahun.

"Sementara tempat relokasinya sendiri sangat tidak layak karena berada di ketinggian. Ini tentu sangat tidak layak bagi para petani untuk berkebun ataupun berladang. Apalagi dibangun permukiman. Lokasinya rawan tanah longsor dan sebagainya," ucap dia.

Tolak relokasi

Baca juga : Polres Cianjur Ungkap Beberapa Kasus Praktik Judi Online


Kepala Kantor Pertanahan ATR/BPN Kabupaten Cianjur, Siti Hafsiah,
menuturkan para petani mengeklaim sudah puluhan tahun menempati lahan
tersebut. Secara fisik, di lokasi memang sudah terbangun rumah
warga dengan konstruksi permanen maupun semipermanen.

"Menurut laporan dari kepala desa, ada sekitar 340 KK di wilayah itu. Memang mereka selain menggarap, juga membangun tempat tinggal
di kawasan garapannya itu," terangnya.

Hunian para petani penggarap berada di Blok 101 eks hak guna
usaha (HGU) PT Maskapai Perkebunan Moelia (MPM). Para petani menolak
direlokasi ke Blok 15 dan 20 eks HGU PT MPM.

Baca juga : Produktivitas 1.000 Ha Lahan Pertanian di Cianjur tidak Terpengaruh Kemarau

Menurut Siti kondisi ini masih menjadi pekerjaan rumah yang harus
bisa diselesaikan. BPN menjalankan surat dari Menteri ATR/BPN.

"Tapi karena mereka keberatan, mungkin ini akan kami sampaikan kembali," tegasnya.

HGU yang digarap PT MPM sudah berakhir masanya pada 2022. Dulunya, PT MPM menggarap perkebunan teh.

Seusai berunjuk rasa ke Kantor Pertanahan ATR/BPN, para petani melanjutkan aksi serupa ke komplek Pemkab Cianjur dengan tuntutan yang sama.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat